Jumat, 05 Desember 2014

BELAJAR BERMAKNA



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai akibat dari pengalaman. Belajar dapat dilakukan dimana saja, salah satu lembaga resmi tempat belajar ialah sekolah.
Di sekolah, proses pembelajaran merupakan transfer ilmu pengetahuan antara guru dan siswa karena seringnya interaksi, maka guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Keberhasilan tersebut tentu harus diusahakan karena keberhasilan belajar dalam suatu tahap akan memudahkan siswa untuk belajar ditahap berikutnya.
Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pendekatan pembelajaran. Telah banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli. Antara teori yang satu dengan yang lain mungkin akan memiliki kemiripan atau malah bertentangan. Hal ini, disebabkan sudut pandang dan pengkajian yang berbeda. Namun, setiap teori pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal terpenting bagi guru adalah mengetahui teori-teori tersebut sehingga dapat mengambil setiap kelebihannya dan mengaplikasikannya.
Dari banyak para ahli yang mengemukakan teori belajar, David Ausubel merupakan salah satu diantaranya. David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Inilah yang membedakannya dari para ahli yang hanya belatar belakang psikologi, tetapi teori-teori mereka diterjemahkan dari dunia psikologi ke pendidikan dalam teorinya ini ausubel lebih menekankan pada “Belajar Bermakna” serta variabel-variabel yang memengaruhinya. Untuk mengetahui lebih jauh, penyusun akan membahas mengenai prinsip-prinsip belajar menurut Ausubel, Penerapannya dalam mengajar, dan peta konsep sehingga dapat diaplikasikan dalam pembelajaran.






B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana belajar menurut Ausubel?
2.      Bagaimana menerapkan teori belajar Ausubel?
3.      Apa fungsi peta konsep?
4.      Apakah belajar hafalan memiliki peran yang penting?
5.      Apa peranan subsumsi obileratif?
6.      Apa variabel yang memengaruhi proses belajar bermakna?
C.       Tujuan
1.      Mengetahui belajar menurut Ausubel
2.      Mengetahui cara menerapkan teori Ausubel dalam mengajar
3.      Mengetahui peta konsep
4.      Mengetahui peran belajar hafalan
5.      Mengetahui peranan sybsumsi obileratif
6.      Mengetahui variabel yang memengaruhi proses belajar bermakna



BAB II
BELAJAR BERMAKNA
A.       Belajar Menurut Ausubel
Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang elah ada. Struktur kognitif ialah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah di pelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat di komunikasikan pada siswa dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final ataupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yanag akan diajarkan.dalam tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan inforemasi itu pada pengetahuan ( berupa konsep atau lainnya ) yang telah dimiliknya; dalam hal ini terjadi belajar bermakana akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Ausubel menyatakan bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan.
1.      Belajar Bermakna
 Inti teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna ( Ausubel, 1968 ) bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dasar –dasar belajar bermakna menyangkut perubahan-perubahan dalam jumlah atau ciri-ciri neuron  yang berpartisipasi dalam belajar bermakna. Peristiwa psikologi tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Jadi dalam belajar bermakna, informasi baru di asimilasikan pada subsumer-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif.
2.      Belajar hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau subsumer-subsumer relevan, informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam strukur kognitif, akan terjadi belajar hafalan. Pada kenyataannya, guru dan bahan-bahan pelajaran sangat jarang menolong para siswa dalam menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya pada para siswa hanya terjadi pada belajar hafalan.
3.      Subsumsi-Subsumsi Obileratif
Selama belajar bermakna berlangsung informasi baru terkait pada konsep-konsep dalam struktur kognitif. Untuk menekankan pada fenomena pengaitan ini, ausubel mengatakan istilah subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses perolehan informasi baru. Dalam belajar bermakna, subsumsi mempunyai peranan interakif, memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang-penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Lagi pula, dalam proses terjadinya kaitan ini, subsumer  itu mengalami perubahan.
Selama belajar bermakna, subsumer mengalami modifikasi dan terdiferensiasi lebih lanjut. Diferensiasi subsumer diakibatkan oleh asimilasi pengetahuan baru selama belajar bermakna berlangsung informasi yang dipelajarai secara bermakna biasanya lebih lama diingat daripada informasi yang dipelajari secara hafalan. Menurut Ausubel, terjadi subsumsi oblliteratif (subsumsi yang telah rusak).
Menurut Ausubel dan juga Novak (1977) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, yaitu :
a)      Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat;
b)      Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
c)      Informasi yang dilupakan sesudah obliteratif meninggalkan efek residual pada subsumer sehingga mempermudah belajar hal-hal mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.




4.      Variabel yang Memengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel (1963) ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan faliditas dan kejelasan arti-arti yang timbul. Saat informasi masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, jelas, dan diatur dengan baik, arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Akan tetapi sebaliknya, jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar.
Prasyarat-prasyarat belajar bermakna adalah sebagai berikut:
a.          Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
b.         Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna .
Kebermanaan materi pelajaran secara potensial bergantung pada dua faktor, yaitu sebagai berikut:
a.         Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis.
b.         Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.




BAB III
PENUTUP
SIMPULAN:
Jadi, Belajar Bermakna adalah suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dasar–dasar belajar bermakna menyangkut perubahan-perubahan dalam jumlah atau ciri-ciri neuron  yang berpartisipasi dalam belajar bermakna. dalam belajar bermakna, informasi baru diasimilasikan pada subsumer-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau subsumer-subsumer relevan, informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam strukur kognitif, akan terjadi belajar hafalan.
subsumsi mempunyai peranan interakif, memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang-penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Ausubel juga menyatakan bahwa ) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, yaitu :
a)         Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat;
b)        Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
c)         Informasi yang dilupakan sesudah obliteratif meninggalkan efek residual pada subsumer sehingga mempermudah belajar hal-hal mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.
Variabel yang memengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna adalah:
a)         Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
b)        Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar