Nasib Tragis Sang Kembang Desa
Bojong Gede adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Sampai dengan tahun 1981 Bojong Gede hanya merupakan nama salah satu desa di Kecamatan Depok,
baru pada tahun 1982, Depok menjadi
Kota Administratif, dan Bojong Gede yang pada saat itu merupakan desa yang
lebih menonjol dibandingkan dengan desa-desa lainnya ditetapkan menjadi
Kemantren Bojong Gede atau cikal bakal Kecamatan Bojong Gede, selanjutnya
bersamaan dengan 2 kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor
yaitu Kecamatan Caringin dan Kecamatan Nanggung, Bojong Gede resmi menjadi kecamatan
dengan camat pertamanya Sudaryo.
Beralih ke kasus kriminalitas, Bojong Gede merupakan Kecamatan yang sangat
aktif dan rajin bergotong royong namun dari keselarasan itu masih terdapat pula
kasus-kasus yang tragis, salah satunya kasus pemerkosaan seorang siswi Madrasah
Tsanawiyah pada tanggal 8 September 2007 dan kebetulan memang korbannya adalah
teman saya sewaktu SD. Namanya Siti Hana mungkin saat itu ia berusia 12 tahun,
ia adalah anak bungsu dari dua bersaudara pasangan Pak Nano dan Bu Iting. Siti
Hana dikenal oleh sekolah maupun teman sebagai siswa yang rajin dan pintar juga
selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya. Wajahnya cantik berlesung pipi
dengan kulitnya berwarna sawo matang.
Awal kronologis cerita disaksikan oleh kedua temannya. Mereka menjelaskan
bahwa awal mula kejadian terjadi saat mereka bertiga pulang dari sekolah
sekitar jam 1 siang. Dia memang selalu pulang berjalan kaki bersama kedua teman
wanitanya yaitu Ani dan Sri, karena rumahnya sejalan walaupun beda tikungan di
pertengahan jalan, seperti hari biasanya mereka tak memikirkan hal apapun,
mereka melewati jalan yang memang sudah biasa mereka lewati jalannya memang
sangat sepi namun karena mereka bertiga sudah terbiasa jadi tak terpikirkan hal
apapun di benaknya.
“Waktu itu saya dan Sri pulang seperti biasa lewat jalan itu emang jalannya
di tengah-tengah hutankan tapi karena udah biasa jadi ga ada rasa curiga. Waktu
sampe persimpangan Saya dan Sri belok ke kanan sementara Siti belok ke kiri pas
sudah beberapa langkah jalan memang saya denger suara gerusukan gitu kaya suara
ilalang tapi karena angin kenceng jadi saya anggap itu cuma hembusan angin aja”
kata Ani.
Sehari setelah perpisahan di persimpangan jalan itu Siti Hana masih belum
pulang ke rumah orang tuanya. Ibunya memang sudah mengetahui bahwa Siti Hana
akan pulang ke rumah neneknya dan menginap di sana, namun sampai menjelang sore
Siti Hana belum kunjung kembali ke rumah. Akhirnya Ibunya lantas mendatangi
rumah Orang tuanya, namun ia terkejut saat orang tuanya berkata bahwa Siti Hana
tak mengunjunginya. Orang tuanya yang panik lantas menanyakan pada
teman-temannya namun tak ada satupun yang mengetahui keberadaannya. Akhirnya
Orang tua Siti Hana lantas melaporkan hal itu ke polisi.
Satu hari setelah laporan kasus itu, ditemukanlah seorang mayat yang
ciri-ciri fisiknya sangat cocok serta berseragam Pramuka. Kondisinya sangat
mengenaskan diduga kuat korban diperkosa karena korban ditemukan telanjang
dengan kemaluan yang bersimbah darah serta cairan sperma, tangannya terikat
oleh seutas tali serta mulutnya disekap dengan kaos kaki yang dipakai korban.
Seminggu setelah kejadian seorang yang dianggap sebagai pelaku pemerkosaan
ditangkap oleh polisi ia bernama Idik seorang tukang kebun di daerah itu namun
akhirnya ia di keluarkan kembali dengan alasan salah tangkap dan sampai saat
ini kasusnya belum tuntas diungkap siapa pembunuhnya, keluarga korban sangat
menyayangkan hal itu ia merasa karena status sosialnya yang rendah seolah tak
dianggap dan tak dipentingkan.
Lain halnya dengan kasus serupa di
Bogor, Jawa Barat. Jenazah
seorang gadis belia ditemukan dengan luka tembak di bagian kepala. Dalam waktu
beberapa jam, terungkap kalau korban yang diketahui bernama Niasari ternyata
ditembak oleh seorang oknum polisi. Sejumlah kejanggalan pun muncul dari
pengakuan tersangka. Sebuah ujian bagi aparat penegak hukum, apakah mereka bisa
berlaku adil sesuai hukum, bila pelaku kejahatan adalah salah seorang dari
mereka.
Jenazah
Nia Sari ditemukan sekitar jam 6 pagi pada hari Selasa, 28 Agustus lalu, oleh
warga Kampung Cipayung, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Mayatnya tergeletak di
sebuah kebun di belakang kantor kelurahan.
Saat
itu identitas gadis berkulit putih tersebut masih belum diketahui. Kondisinya
sungguh mengenaskan. Bagian muka dan kepalanya bersimbah darah, dengan pakaian
sedikit tersingkap. Petugas Polres Bogor yang melakukan
olah tempat kejadian perkara, menemukan luka pada bagian belakang kepala dan
pelipis korban. Luka seperti akibat tembakan peluru. Selain itu juga ditemukan
memar pada tubuhnya, dan luka di kaki seperti bekas seretan.
Tidak
ditemukan saksi yang melihat langsung kejadian. Menurut warga setempat, kebun
tempat ditemukannya korban itu memang sangat sepi, terutama malam hari. Dari
telepon genggam yang ditemukan polisi di saku baju korban, barulah identitasnya
diketahui sebagai Niasari, remaja berusia 15 tahun yang tinggal di Kampung
Citayam, Ragajaya, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat.
Mayat
gadis belia itu langsung dikirim ke Rumah Sakit PMI Bogor untuk diotopsi.
Belakangan hasil otopsi menyatakan, Nia tewas akibat ditembak di bagian kepala. Selasa malam itu juga, kasus
tewasnya Nia terungkap. Termasuk siapa pelaku pembunuhannya. Sejumlah saksi pun
diperiksa dan akhirnya ketahuan, pelaku penembakan ternyata Brigadir Suwandi,
seorang anggota polisi dari Kesatuan Intel Polres Bogor.
Tragedi
itu bermula pada Senin malam, saat Nia yang berboncengan motor dengan seorang
kerabatnya, Dede, kehabisan bensin, dekat kantor Polres Bogor. Saat kedua
remaja itu kebingungan mencari penjual bensin, tersangka yang berpakaian sipil
lewat naik motor. Dede menghentikan motor tersangka, minta diantar mencari
bensin. Ternyata tersangka yang berpangkat
Brigadir itu kembali ke tempat Nia. Anehnya, ia lalu mengajak Nia mencari
bensin ke tempat lain. Namun di tengah jalan ia berhenti, karena menerima
panggilan telepon. Siapa sangka perpisahan Dede dengan korban itu ternyata
untuk selamanya.
Pengakuan
tersangka kalau korban berniat mencuri sepeda motornya, disanggah keras oleh
orang-orang yang mengenal korban. Selain korban dikenal sebagai gadis
baik-baik, tak masuk akal membayangkan seorang gadis remaja nekad membawa kabur
motor seorang pria di depan matanya.
Tim
liputan Kami mendatangi lokasi dimana motor Dede yang membonceng Nia, mogok
kehabisan bensin. Tempatnya memang tidak jauh dari kantor Polres Bogor.
Demikian pula pangkalan ojeg, tempat tersangka mengantar Dede. Jaraknya hanya
sekitar 300 meter. Medi, tukang ojeg yang mengantar
Dede keliling mencari bensin pada malam kejadian itu, mengaku tidak tahu menahu
soal niat Suwandi yang pernah jadi tetangganya. Ia hanya dimintai Suwandi
mengantar Dede.
Apa
yang terjadi pada senin malam saat kejadian, akhirnya terkuak melalui
pernyataan Kapolres Bogor pada wartawan, Jumat sore. Menurut Kapolres,
tersangka akhirnya mengaku, berniat buruk pada korban. Ketika selesai menjawab
telepon, tersangka Brigadir Suwandi menghampiri Nia yang tengah duduk di
boncengan sepeda motor. Dipeluknya Nia dari belakang. Nia berontak dan
mengancam akan melaporkan tersangka pada polisi. Belakangan diketahui selongsong peluru
dibuang tersangka di belakang rumahnya. Dari hasil penyelidikan juga ternyata
ada dua tempat kejadian perkara. Atas kasus ini tersangka Brigadir Suwandi
diancam dengan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman 15 tahun
penjara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar