Jumat, 05 Desember 2014

MENULIS KREATIF (KASUS)



Nasib Tragis Sang Kembang Desa

Bojong Gede adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sampai dengan tahun 1981 Bojong Gede hanya merupakan nama salah satu desa di Kecamatan Depok, baru pada tahun 1982, Depok menjadi Kota Administratif, dan Bojong Gede yang pada saat itu merupakan desa yang lebih menonjol dibandingkan dengan desa-desa lainnya ditetapkan menjadi Kemantren Bojong Gede atau cikal bakal Kecamatan Bojong Gede, selanjutnya bersamaan dengan 2 kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Caringin dan Kecamatan Nanggung, Bojong Gede resmi menjadi kecamatan dengan camat pertamanya Sudaryo.
Beralih ke kasus kriminalitas, Bojong Gede merupakan Kecamatan yang sangat aktif dan rajin bergotong royong namun dari keselarasan itu masih terdapat pula kasus-kasus yang tragis, salah satunya kasus pemerkosaan seorang siswi Madrasah Tsanawiyah pada tanggal 8 September 2007 dan kebetulan memang korbannya adalah teman saya sewaktu SD. Namanya Siti Hana mungkin saat itu ia berusia 12 tahun, ia adalah anak bungsu dari dua bersaudara pasangan Pak Nano dan Bu Iting. Siti Hana dikenal oleh sekolah maupun teman sebagai siswa yang rajin dan pintar juga selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya. Wajahnya cantik berlesung pipi dengan kulitnya berwarna sawo matang.
Awal kronologis cerita disaksikan oleh kedua temannya. Mereka menjelaskan bahwa awal mula kejadian terjadi saat mereka bertiga pulang dari sekolah sekitar jam 1 siang. Dia memang selalu pulang berjalan kaki bersama kedua teman wanitanya yaitu Ani dan Sri, karena rumahnya sejalan walaupun beda tikungan di pertengahan jalan, seperti hari biasanya mereka tak memikirkan hal apapun, mereka melewati jalan yang memang sudah biasa mereka lewati jalannya memang sangat sepi namun karena mereka bertiga sudah terbiasa jadi tak terpikirkan hal apapun di benaknya.
“Waktu itu saya dan Sri pulang seperti biasa lewat jalan itu emang jalannya di tengah-tengah hutankan tapi karena udah biasa jadi ga ada rasa curiga. Waktu sampe persimpangan Saya dan Sri belok ke kanan sementara Siti belok ke kiri pas sudah beberapa langkah jalan memang saya denger suara gerusukan gitu kaya suara ilalang tapi karena angin kenceng jadi saya anggap itu cuma hembusan angin aja” kata Ani.
Sehari setelah perpisahan di persimpangan jalan itu Siti Hana masih belum pulang ke rumah orang tuanya. Ibunya memang sudah mengetahui bahwa Siti Hana akan pulang ke rumah neneknya dan menginap di sana, namun sampai menjelang sore Siti Hana belum kunjung kembali ke rumah. Akhirnya Ibunya lantas mendatangi rumah Orang tuanya, namun ia terkejut saat orang tuanya berkata bahwa Siti Hana tak mengunjunginya. Orang tuanya yang panik lantas menanyakan pada teman-temannya namun tak ada satupun yang mengetahui keberadaannya. Akhirnya Orang tua Siti Hana lantas melaporkan hal itu ke polisi.
Satu hari setelah laporan kasus itu, ditemukanlah seorang mayat yang ciri-ciri fisiknya sangat cocok serta berseragam Pramuka. Kondisinya sangat mengenaskan diduga kuat korban diperkosa karena korban ditemukan telanjang dengan kemaluan yang bersimbah darah serta cairan sperma, tangannya terikat oleh seutas tali serta mulutnya disekap dengan kaos kaki yang dipakai korban.
Seminggu setelah kejadian seorang yang dianggap sebagai pelaku pemerkosaan ditangkap oleh polisi ia bernama Idik seorang tukang kebun di daerah itu namun akhirnya ia di keluarkan kembali dengan alasan salah tangkap dan sampai saat ini kasusnya belum tuntas diungkap siapa pembunuhnya, keluarga korban sangat menyayangkan hal itu ia merasa karena status sosialnya yang rendah seolah tak dianggap dan tak dipentingkan.
Lain halnya dengan kasus serupa di Bogor, Jawa Barat. Jenazah seorang gadis belia ditemukan dengan luka tembak di bagian kepala. Dalam waktu beberapa jam, terungkap kalau korban yang diketahui bernama Niasari ternyata ditembak oleh seorang oknum polisi. Sejumlah kejanggalan pun muncul dari pengakuan tersangka. Sebuah ujian bagi aparat penegak hukum, apakah mereka bisa berlaku adil sesuai hukum, bila pelaku kejahatan adalah salah seorang dari mereka.
Jenazah Nia Sari ditemukan sekitar jam 6 pagi pada hari Selasa, 28 Agustus lalu, oleh warga Kampung Cipayung, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Mayatnya tergeletak di sebuah kebun di belakang kantor kelurahan.
Saat itu identitas gadis berkulit putih tersebut masih belum diketahui. Kondisinya sungguh mengenaskan. Bagian muka dan kepalanya bersimbah darah, dengan pakaian sedikit tersingkap. Petugas Polres Bogor yang melakukan olah tempat kejadian perkara, menemukan luka pada bagian belakang kepala dan pelipis korban. Luka seperti akibat tembakan peluru. Selain itu juga ditemukan memar pada tubuhnya, dan luka di kaki seperti bekas seretan.
Tidak ditemukan saksi yang melihat langsung kejadian. Menurut warga setempat, kebun tempat ditemukannya korban itu memang sangat sepi, terutama malam hari. Dari telepon genggam yang ditemukan polisi di saku baju korban, barulah identitasnya diketahui sebagai Niasari, remaja berusia 15 tahun yang tinggal di Kampung Citayam, Ragajaya, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat.
Mayat gadis belia itu langsung dikirim ke Rumah Sakit PMI Bogor untuk diotopsi. Belakangan hasil otopsi menyatakan, Nia tewas akibat ditembak di bagian kepala. Selasa malam itu juga, kasus tewasnya Nia terungkap. Termasuk siapa pelaku pembunuhannya. Sejumlah saksi pun diperiksa dan akhirnya ketahuan, pelaku penembakan ternyata Brigadir Suwandi, seorang anggota polisi dari Kesatuan Intel Polres Bogor.
Tragedi itu bermula pada Senin malam, saat Nia yang berboncengan motor dengan seorang kerabatnya, Dede, kehabisan bensin, dekat kantor Polres Bogor. Saat kedua remaja itu kebingungan mencari penjual bensin, tersangka yang berpakaian sipil lewat naik motor. Dede menghentikan motor tersangka, minta diantar mencari bensin. Ternyata tersangka yang berpangkat Brigadir itu kembali ke tempat Nia. Anehnya, ia lalu mengajak Nia mencari bensin ke tempat lain. Namun di tengah jalan ia berhenti, karena menerima panggilan telepon. Siapa sangka perpisahan Dede dengan korban itu ternyata untuk selamanya.
Pengakuan tersangka kalau korban berniat mencuri sepeda motornya, disanggah keras oleh orang-orang yang mengenal korban. Selain korban dikenal sebagai gadis baik-baik, tak masuk akal membayangkan seorang gadis remaja nekad membawa kabur motor seorang pria di depan matanya.
Tim liputan Kami mendatangi lokasi dimana motor Dede yang membonceng Nia, mogok kehabisan bensin. Tempatnya memang tidak jauh dari kantor Polres Bogor. Demikian pula pangkalan ojeg, tempat tersangka mengantar Dede. Jaraknya hanya sekitar 300 meter. Medi, tukang ojeg yang mengantar Dede keliling mencari bensin pada malam kejadian itu, mengaku tidak tahu menahu soal niat Suwandi yang pernah jadi tetangganya. Ia hanya dimintai Suwandi mengantar Dede.
Apa yang terjadi pada senin malam saat kejadian, akhirnya terkuak melalui pernyataan Kapolres Bogor pada wartawan, Jumat sore. Menurut Kapolres, tersangka akhirnya mengaku, berniat buruk pada korban. Ketika selesai menjawab telepon, tersangka Brigadir Suwandi menghampiri Nia yang tengah duduk di boncengan sepeda motor. Dipeluknya Nia dari belakang. Nia berontak dan mengancam akan melaporkan tersangka pada polisi. Belakangan diketahui selongsong peluru dibuang tersangka di belakang rumahnya. Dari hasil penyelidikan juga ternyata ada dua tempat kejadian perkara. Atas kasus ini tersangka Brigadir Suwandi diancam dengan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar